Senin, 08 Desember 2008

Inovasi dan imlementasinya

Havelock meneliti berbagai inovasi yang pernah diimplementasikan untuk melihat apakah dia dapat menemukan pola-pola pemilihan strategi. Dia juga meneliti apakah ada yang digunakan lebih sering daripada yang lainnya.
Havelock meneliti sejumlah besar laporan dan menemukan bahwa terdapat tiga pendekatan yang digunakan berulang kali, dalam format yang cenderung sama:
a) Model R-D-D (Research – Development – Diffusion = Penelitian – Pengembangan – Difusi)
b) Model P-S (Problem Solving = Pemecahan Masalah)
c) Model S-I (Social Interaction = Interaksi Sosial)
Inovasi sebagai suatu proses digambarkan sebagai proses yang siklus dan berlangsung terus menerus, meliputi fase kesadaran, penghargaan, adopsi, difusi dan implementasi proses inovasi dalam 4 tahap sebagai berikut:
a. Melihat kesempatan bagi karyawan untuk mengidentifikasi kesempatan-kesempatan. Kesempatan dapat berawal dari ketidakkongruenan dan diskontinuitas yang terjadi karena adanya ketidaksesuaian dengan pola yang diharapkan misalnya timbulnya masalah pada pola kerja yang sudah berlangsung, adanya kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi, atau adanya indikasi trends yang sedang berubah.
b. Mengeluarkan ide. Dalam fase ini, karyawan mengeluarkan konsep baru dengan tujuan menambah peningkatan. Hal ini meliputi mengeluarkan ide sesuatu yang baru atau memperbaharui pelayanan, pertemuan dengan klien dan teknologi pendukung. Kunci dalam mengeluarkan ide adalah mengombinasikan dan mereorganisasikan informasi dan konsep yang telah ada sebelumnya untuk memecahkan masalah dan atau meningkatkan kinerja. Proses inovasi biasanya diawali dengan adanya kesenjangan kinerja yaitu ketidaksesuaian antara kinerja aktual dengan kinerja potensial.
c. Implementasi. Dalam fase ini, ide ditransformasi terhadap hasil yang konkret. Pada tahapan ini sering juga disebut tahapan konvergen. Untuk mengembangkan ide dan mengimplementasikan ide, karyawan harus memiliki perilaku yang mengacu pada hasil. Perilaku Inovasi Konvergen meliputi usaha menjadi juara dan bekerja keras. Seorang yang berperilaku juara mengeluarkan seluruh usahanya pada ide kreatif. Usaha menjadi juara meliputi membujuk dan mempengaruhi karyawan dan juga menekan dan bernegosiasi. Untuk mengimplementasikan inovasi sering dibutuhkan koalisi, mendapatkan kekuatan dengan menjual ide kepada rekan yang berpotensi.
d. Aplikasi. Dalam fase ini meliputi perilaku karyawan yang ditujukan untuk membangun, menguji, dan memasarkan pelayanan baru. Hal ini berkaitan dengan membuat inovasi dalam bentuk proses kerja yang baru ataupun dalam proses rutin yang biasa dilakukan
Strategi apa yang perlu diperhatikan dalam memunculkan inovasi?
Pertama, perlu mempertimbangkan pertambahan keuntungan yang akan dicapai. Hal ini dapat dilakukan melalui pengukuran sampai sejauh mana kompetitor akan sulit mengikuti langkah yang diambil. Kedua apakah ada kemungkinan untuk memperluas keuntungan yang akan diperoleh (Hussey, 2003).
Dengan demikian, bagian akhir dari sebuah inovasi adalah sejauh mana langkah yang diambil dapat menguntungkan dan tidak diambil keuntungannya oleh pesaing dan mendapatkan keuntungan.
Hussey berupaya membentuknya dalam tahapan yang disebut dengan EASIER yakni:
a. Envisioning. Proses ini meliputi penyamaan pandangan mengenai masa depan untuk membentuk tujuan berinovasi. Visi ini harus meliputi ukuran, inovasi apa yang dilakukan untuk organisasi, ruang lingkup inovasi, dan bagaimana visi tersebut sesuai dengan visi perusahaan.
b. Activating. Tahap ini meliputi penyampaian visi ke publik. Dengan demikian, akan tercapai sebuah komitmen terhadap visi sehingga strategi akan relevan dengan visi begitu pula dengan implementasi visi.
c. Supporting. Dalam tahap ini merupakan upaya seorang pemimpin tidak hanya di dalam
memberikan perintah dan instruksi kepada bawahan, namun juga keterampilan di dalam menginspirasi bawahannya untuk bertindak inovatif. Dalam hal ini diperlukan kepekaan pemimpin dalam memahami bawahannya. Oleh karena itu, pemimpin hendaknya bersikap emphatic
d. Installing. Tahap ini merupakan tahapan implementasi. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah kompleksitas strategi yang diperlukan dalam berinovasi dan konsekuensi yang diterima.
Berikut ini beberapa hal yang dapat membantu seseorang di dalam mempertimbangkan implementasi sebuah inovasi: meyakinkan bahwa konsekuensi yang terjadi dapat dipahami kemudian, mengidentifikasi apakah tindakan yang dilakukan membawa perubahan, mengalokasikan tanggung jawab dari berbagai tindakan yang diterima, memprioritaskan tindakan yang diterima, memberikan anggaran yang sesuai, mengatur tim kerja dan struktur yang dibutuhkan, mengalokasikan orang-orang yang tepat, dan menentukan kebijakan yang dibutuhkan untuk memperlancar implementasi inovasi.
e. Ensuring. Dalam tahap ini kegiatannya meliputi pemantauan dan evaluasi. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa tindakan yang dilakukan sudah tepat waktu dan sesuai rencana. Apabila tidak sesuai dengan rencana maka rencana apa yang dapat diambil. Selain itu, tahapan ini juga dipergunakan untuk memantau apakah hasil sesuai dengan yang diharapkan sehingga apabila tidak, maka akan dibuat langkah penyesuaian. f. Recognizing. Dalam tahap ini meliputi segala macam bentuk penghargaan terhadap bentuk inovasi. Hal tidak hanya meliputi pengukuhan dalam bentuk financial tetapi dapat juga berbentuk kepercayaan, ucapan terima kasih yang tulus, serta bentuk promosi.
Inovasi terjadi dalam setiap fase dalam bisnis, yang merupakan bagian esensial dari strategi bisnis. Namun demikian, inovasi bukan sekedar kreativitas individu (Adair, 1996). Stein & Woodman (Brazeal & Herbert,1997) mengatakan bahwa inovasi adalah implementasi yang berhasil dari ide-ide kreatif. Inovasi merupakan proses berfikir mengenai ide yang baru dalam rangka memuaskan pelanggan (Adair, 1996). Oleh karenanya, inovasi yang efektif harus melibatkan tiga dimensi yang saling tumpang tindih yaitu individu – tim – organisasi. Persoalannya organisasi tidak mempunyai ide yang baru, demikian juga dengan tim, tetapi yang mempunyai ide yang baru adalah individu. Oleh karenanya inovasi membutuhkan tim (Adair, 1996). Budaya atau kepribadian kelompok memainkan peran penting dalam inovasi. Beberapa budaya mendukung inovasi tetapi yang lain tidak. Ketika invididu seorang yang kreatif dan membangun sebuah tim dengan kemampuan pemecahan masalah yang kreatif, kurang optimal jika lingkungan organisasi kurang menghargai pendapat ide-ide baru (Adair, 1996).
Organisasi inovatif dikatakan Bryd & Brown (2003) adalah sebagai berikut:
a. adanya dorongan bagi para anggotanya untuk bekerja secara mandiri
b. Memberikan penghargaan kepada para anggota yang memiliki arahan tersendiri (inner-directed) dan mengembangkan ide-ide mereka
c. menilai keunikan dan bakat tiap kontributor
d. menampilkan ketangguhan ketika menghadapi hambatan
e. mengetahui bagaimana cara berkembang di lingkungan yang ambigu/ tidak menentu
f. menciptakan lingkungan yang setiap orang yang berada di dalamnya dihargai dan dinilai karena menjadi dirinya sendiri
g. memperkenalkan perilaku penerimaan yang baik

INGIN MEMPELAJARI LEBIH DALAM ? E MAIL ke supriawan_dedi@yahoo.com

Sabtu, 26 April 2008

Standar Kompetensi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, PERLUKAH ?


Rumusan Standar Kompetensi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
Dalam Rangka Profesionalisasi Pengelolaan Pendidikan

A. Rasional
Hasil studi United Nations for Development Programme, UNDP (2004) tentang indeks pembangunan manusia hanya menempatkan Indonesia pada peringkat ke-111 dari 177 negara, sementara negara-negara tetangga seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura dan Australia memiliki peringkat yang lebih baik. Hasil studi yang dilakukan oleh lembaga internasional lainnya seperti International Institute for Management Develoment (IIMD) dan Political and Economical Risk Concultancy (PERC) menunjukkan hal yang sama. Hasil studi IIMD (2001) tentang indeks kompetisi mendudukkan Indonesia di peringkat ke-49 dari 49 negara; haril studi PERC (2001) tentang kinerja pendidikan mendudukkan Indonesia peringkat ke-12 dari 12 negara di Asia;
Data data tersebut akan sangat berkaitan dengan berbagai kebijakan dan implementasinya baik pada level makro, messo dan mikro khususnya dalam bidang pendidikan. Saat ini, di Negara kita telah diberlakukan kebijakan desentralisasi pendidikan. Faktanya Kebijakan desentralisasi pendidikan yang diterapkan di Indonesia ternyata masih sangat baru dan belum memiliki pengalaman.. Jelas hal ini sangat masuk akal jika pada saat kebijakan diimplementasikan di lapangan muncul berbagai permasalahan.
Di Amerika Serikat, meskipun desentralisasi pendidikan sudah sangat lama diimplementasikan dan sudah banyak pengalaman birokrasi menangani kasus-kasus pendidikan, namun ternyata muncul juga permasalahan besar yang terjadi secara nasional, yaitu pada akhir 1980-an dan awal 1990-an, sehingga AS melakukan reformasi kebijakan pendidikan secara besar-besaran pada tahun 1990.
Permasalahan yang muncul di sekitar implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan di Indonesia antara lain adalah; bahwa pendelegasian urusan pendidikan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah cenderung masih dimaknai sebagai penyerahan kekuasaan daripada penyerahan aspek pelayanan. Akibatnya Pemerintah Daerah (khususnya Kabupaten/Kota) berpotensi menjadi penguasa tanpa batas jika tidak diimbangi dengan pengembangan institusi dan Sumber Daya Manusia daerah.
Masalah tersebut akan makin rumit kalau dalam melaksanakan fungsi pelayanan, pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemkot) tidak memiliki standar kompetensi yang memadai sebagai sarana kontrol. Jika tidak dibenahi sejak dini, maka masalah tersebut akan menjadi hambatan serius terhadap misi utama desentralisasi pendidikan.
Implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan di daerah ternyata banyak yang tidak sesuai dengan semangat kebijakan itu sendiri. Banyak ditemukan daerah malah memperpanjang “meja birokrasi” hingga tidak mustahil memunculkan resiko kebocoran anggaran. Contoh konkritnya adalah tentang Biaya Operasional Sekolah. Sebelum ada undang undang tentang otonomi daerah, sekolah secara langsung dapat menggunakan anggaran rutinnya untuk kepentingan sekolah. Namun dengan diberlakukannya otonomi daerah, biaya operasional itu menjadi kewenangan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, sehingga sekolah harus melalui meja-meja birokrasi yang panjang untuk mendapatkan biaya operasionalnya. Dinas Pendidikan Pemkab/Pemkot bahkan cenderung lebih hegemonik dalam membirokrasikan desentralisasi pendidikan, ketika kekuasaan dan kewenangan pemerintah provinsi (Pemprov) dibatasi oleh undang undang untuk mengintervensi Pemkab/Pemkot. Pelayanan Pemprov yang lintas kabupaten/kota menjadi terabaikan.
Intitusi dinas pendidikan kabupaten/kota sebagai produk dari kebijakan desentralisasi pendidikan sebagai lembaga pelayanan pelayanan pendidikan pemkab/pemkot sangat penting dan relevan untuk dikaji. Dinas pendidikan pemkab/pemkot dipimpin oleh seorang kepala dinas pendidikan bertugas membantu Walikota/bupati dalam menyelenggarakan pengkoordinasian, kebijakan pelayanan di bidang pendidikan.
Kepala Dinas pendidikan pemkab/pemkot membawahi banyak aparat yang bertugas membantu pelaksanaan tugas kepala dinas pendidikan sebagai representatif bupati/walikota dalam menentukan kebijakan dan mengimplemetasikan bidang pendidikan. Karena itu, selain tugas dan fungsi (TUPOKSI) kepala dinas pendidikan harus jelas, juga dalam rangka profesionalisasi pengelolaan pendidikan perlu adanya rumusan standar kompetensi dinas pendidikan Pemkab/ Pemkot, sehingga hanya orang yang memenuhi persyaratan standart kompetensi tersebutlah yang dapat menjabat sebagai kepala dinas pendidikan
B. Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan rasonal tersebut diatas, tujuan penulisan makalah ini adalah didapatkan rumusan standar kompetensi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam rangka Profesionalisasi Pengelolaan Pendidikan
Adapun manfaat yang diharapkan yaitu; (1) bagi pemerintah dapat dijadikan salah satu alternatip masukan untuk menyusun kebijakan yang berkaitan dengan standart kompetensi pengelola pendidikan, khususnya kepala dinas pandidikan; (2) Bagi, pengelola pendidikan, akademisi dan pemerhati bidang pendidikan sebagai bahan masukan untuk bahan pembanding dan bahan kajian dalam melaksakan tugas dan fungsinya.
C. Kajian Teori Pendukung dan Mekanisme Penyusunan Standar Kompetensi
1. Kajian Teori
Teori yang akan dikaji dalam makalah ini antara lain konsep analisis kebijakan, manajemen/admintrasi dan inovasi pendidikan serta teori kepemimpinan. Konsep analisis kebijakan dapat dijadikan dasar bagaimana standar kompetensi dinas pendidikan pemkab/pemkot menjadi produk kebijakan. Konsep manajemen/administrsi pendidikan dan inovasi pendidikan dapat dijadikan landasan substansi yang dapat memuat runusan standar kompetensi kepala dinas. Teori kepemimpinan dapat dijadikan acuan dalam merumuskan kompetensi Kepala dinas yang secara formal dan aktual harus melaksanakan tugas dan fungsi fungsi kepemimpinan
Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan dilandasi oleh berbagai disiplin ilmu dan profesi yang tujuannya bersifat penandaan (designative), penilaian (evaluatif) dan anjuran (advocative). Sebagai disiplin ilmu terapan analisis kebijakan tidak hanya meninjau dari ilmu sosial dan perilaku, tetapi juga dari administrasi negara, hukum, filsafat, etika dan pelbagai cabang analisis sistem dan matematika terapan.
Analisis kebijakan diharapkan menghasilkan informasi-informasi dan argumen yang masuk mengenai tiga pertanyaan; (1) Nilai-nilai yang pencapaiannya menjadi tolok ukur apakah suatu masalah telah dapat dipecahkan ?; (2) Fakta-fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau mempertinggi pencapaian nilai-nilai; (3) Tindakan-tindakan yang pelaksanaannya dapat menghasilkan pencapaian nilai nilai pemecahan masalah-masalah.
Tiga pendekatan analisis kebijakan dapat dilihat pada bagai sebagai berikut:
Tabel 1: Pendekatan Analisis Kebijakan
Pendekatan Pertanyaan Pokok Tipe Informasi
Empiris Apakah sesuatu itu ada ? (fakta-fakta) Penandaan
Evaluasi Berapa nilai sesuatu ? (nilai-nilai) Evaluatif
Normatif Apa yang harus dilakukan ? (tindakan) Anjuran
Analisis kebijakan tidak hanya menghasilkan pelbagai macam informasi, tetapi juga memindahkan informasi sebagai bagian dari argumen yang bernalar mengenai kebijakan publik. Argumen kebijakan (policy arguments) yang menggambarkan alasan mengapa antara golongan-golongan yang ada dalam masyarakat tidak sepakat mengenai arah tindakan yang dapat ditempuh pemerintah, merupakan alat utama mengenai isu kebijakan publik.
Argumen kebijakan meliputi enam elemen tersebut meliputi; (1) Informasi yang relevan dengan kebijakan; (2) tuntutan kebijakan; (3) pembenaran (Warrant); (4) dukungan (Backing; (5) bantahan (Rebuttal); dan (6) Syarat (Qualifier)
Masalah kebijakan adalah nilai, kebutuhan dan kesempatan yang belum terpuaskan, tetapi dapat diidentifikasi dan dicapai melalui tindakan. Alternatif kebijakan adalah arah tindakan yang secara potensial tersedia dan dapat memberi sumbangan kepada pencapaian nilai dan karena itu kepada pemecahan masalah kebijakan. Tindakan kebijakan adalah suatu gerakan atau serangkaian gerakan sesuai dengan alternatif kebijakan yang dipilih. Hasil kebijakan adalah akibat-akibat yang terjadi dari serangkaian tindakan kebijakan yang dilaksanakan. Hasil guna kebijakan adalah tingkat seberapa jauh hasil kebijakan memberi sumbangan pada pencapaian nilai.Penggunaan metode untuk menghasilkan informasi dan argumen yang masuk akal tidak menjadi jaminan bahwa hasil analisis kebijakan akan digunakan oleh para pengambil kebijakan.
Analisis kebijakan pada dasarnya merupakan proses kognitif sementara pembuatan kebijakan merupakan proses politik. Peran analis tidak sekedar menggunakan metode analisis kebijakan tetapi menjalankan fungsi agen perubahan sosial yang terencana. Sebagai akibatnya, analisis hanyalah satu dari banyak tipe pelaku kebijakan. Sistem kebijakan atau pola institusional melalui mana kebijakan dibuat, mengandung tiga elemen yang memiliki hubungan timbal balik; kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan, semua merupakan serangkaian pilihan yang kurang lebih berhubungan.
Analisis kebijakan dapat dipandang sebagai proses penelitian yang melibatkan lima komponen, informasi kebijakan yang dipindahkan dari satu posisi berikutnya melalui penggunaan pelbagai metode analisis kebijakan, seperti digambarkan pada kerangka kerja yang disajikan pada gambar 1.














Gambar 1.Proses Analisis kebijakan

Hubungan antara konponen informasi kebijakan dan metode analisis kebijakan menjadi dasar dalam membedakan tiga bentuk pokok analisis kebijakan antara lain : prospektif, restropektif dan terintegrasi.
Selanjutnya dalam analisis kebijakan diterapkan prosedur analisis. Prosedur analisis secara umum dapat disamakan dengan empat metode; (1) peliputan (deskripsi) memungkinkan kita menghasilkan informasi mengenai sebab dan akibat kebijakan di masa lalu; (2) peramalan (prediksi) memungkinkan kita menghasilkan informasi mengenai akibat kebijakan di masa yang akan datang (3) Evaluasi adalah pembuatan informasi mengenai nilai atau harga dari kebijakan di masa lalu dan masa yang akan dating; dan (4) rekomendasi (preskripsi) memungkinkan kita menghasilkan informasi mengenai kemungkinan bahwa arah tindakan di masa datang akan menimbulkan akibat-akibat yang bernilai.
Manajemen dan Inovasi Pendidikan
Manajemen/administrasi pendidikan menurut Hadari Nawawi (1989:15) mengklasifikasikan garapan manajemen/administrasi pendidikan ke dalam dua bidang, yakni (1) bidang manajamen administratif, (2) bidang manajemen operatif. Bidang manajemen administratif memfokuskan pada kegiatan; perencanaan; organisasi, bimbingan/pengarahan; koordinasi dan pengawasan serta komunikasi. Adapun manajemen operatif memfokuskan pada kegiatan tata usaha perbekalan, kepegawaian, keuangan dan hubungan masyarakat.
Fungsi-fungsi administrasi pendidikan, tidak mungkin dapat melibatkan berbagai pihak tanpa adanya suatu legalitas yang dianut oleh suatu institusi, termasuk instansi dinas pendidikan pendidikan.
Organisasi dipandang sebagai sistem, sebab merupakan serangkaian komponen yang saling terkait, dan membutuhkan masukan dari lingkungan untuk mentransferkan serta mengeluarkan hasil. Kebutuhan akan masukan dan keluaran merupakan realitas dari ketergantungan organisasi terhadap lingkungan. Masukan terhadap sistem organisasi mencakup perangkat lunak dan keras, selaras dengan perkembangan yang terjadinya pada lingkungan. Hal tersebut memberikan konsekuensi terhadap transformasi dalam sistem sesuai dengan tuntutan keluaran.
Perkembangan yang ada dewasa ini, dimana sistem pemerintah telah bergeser dari sentralisasi ke desentralisasi (otonomi daerah) maka terjadi perubahan sistem penyelenggaraan pendidikan. Dengan demikian dalam rangka perubahan yang ada, maka dicarikan suatu pendekatan yang mengarah kepada otonomi yang sesuai dan diperlukan suatu inovasi.
Organisasi akan bertahan dan berkembang sangat ditentukan oleh aspek manajemen yang berkualitas, dan kepemimpinan yang kreatif, inovatif dan mampu menciptakan iklim yang sehat. Telah banyak dibahas para ahli, bahwa kreativitas merupakan salah satu kemenangan awal dalam persaingan.
Manajemen pendidikan yang fokusnya mengarah kepada perbaikan mutu, dapat diciptakan melalui proses kreativitas dengan mengimplementasikan ide-ide atau gagasan baru pada tataran praktek. Inovasi manajemen, terkait dengan sikap dan perilaku pimpinan pada berbagai tingkatan termasuk dinas pendidikan pemkab/pemkot.
Peter Druker, (1995:67), mengemukakan bahwa inovasi mempunyai dimensi, proses kreatif (creatif process), adanya perubahan (change), mengarah kepada pembaharuan (new condition) dan memiliki nilai tambah (having added value). Dimensi tersebut dalam konteks pendidikan sangat logis dan tepat, mengingat perubahan yang diharapkan adalah menuju pada peningkatan kualitas pelayanan yang bermuara pada aspek hasil yang dibutuhkan pengguna.
Persoalan yang mendasar pada proses kreatif pimpinan pendidikan, termasuk dalam pembaharuan sangat tergantung pada kemampuan difusi inovasi atau mengkomunikasikan tentang sesuatu yang akan dilakukan dalam organisasi. Difusi inovasi mempunyai unsur-unsur yang harus dipahami oleh pengambil inisiatif, yakni (1) kejelasan inovasi, artinya apakah adopsi atau imitasi atau modifikasi dari ide-ide, praktek dan konsep dari objek yang bermanfaat bagi organisasi; (2) unsur komunikasi, melalui berbagai saluran seperti lisan, tulisan, diskusi berkenaan dengan ide-ide yang akan dipraktekkan; (3) unsur waktu, bahwa inovasi perlu waktu untuk dipahami dan diikuti oleh anggota organisasi.
Suatu inovasi pendidikan sering gagal disebabkan dalam praktek di lapangan kurang didukung oleh seperangkat pendukung, bahkan sering terjadi inovasi yang datang dari pengambil keputusan yang tidak mengerti substansi konsep dan praktek. Oleh sebab itu, perlu ada simulasi berkenaan dengan penerapan inovasi melalui tahapan; (1) adanya pengetahuan; (2) bujukan; (3) keputusan; (4) pelaksanaan dan (5) tahapan konfirmasi.
Kelima tahapan tersebut, disebarluaskan mulai dari lingkup mikro, messo sampai makro dalam organisasi. Keterlibatan arus bawah dalam menetapkan inovasi sangat strategis, mengingat pada tataran ini yang akan melaksanakan suatu pembaharua. Sedangkan pada tataran tingkat atas, melalui dialogis dengan argumentasi yang meyakinkan pengambil keputusan. Dengan adanya otonomi dalam pendidikan, peluang-peluang untuk melakukan pembaharuan sangat dimungkinkan melalui pembaharuan persepsi dan sikap personil. .
Feter Drucker (1985) mengemukakan inovasi dapat dibedakan dalam empat tahapan yaitu; (1) discovery (penemuan), bertolak dari ide atau pengetahuan baru berdasarkan hasil penelitian; (2) invention (penemuan ketika pengetahuan dan teknologi berpadu dan menemukan hal yang baru, yang dirasakan lebih bermanfaat dan berguna); (3) application (penerapan) yang menyangkut proses perubahan dari solusi teknik suatu produk; (4) diffusi (proses penyebarluasan), penerapan inovasi sampai hasil tersebut disebarluaskan untuk kepentingan masyarakat.
Pandangan yang dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa suatu inovasi harus dilakukan melalui tahapan yang jelas, konsep yang jelas, dan penyebarluasan yang tepat sehingga dalam melaksanakannya mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Dalam dunia pendidikan di negara kita, yang telah terbiasa dengan sistem sentralisasi dan kebijakan berantai untuk mengubah sistem tersebut diperlukan kerja keras.
Kreativitas yang muncul dari diri seseorang melalui proses perenungan, analisis realitas dan pendekatan penelitian ilmiah, sehingga penggagas menyajikan suatu keyakinan bahwa itu merupakan ide-ide, atau praktek-praktek dari objek .
Druker (1985) mengemukkan sumber inovasi dapat muncul disebabkan adanya alasan yang kuat dari; (1) kejadian yang tak terduga (unpredictable); (2) kondisi yang cenderung adanya ketidakserasian (incongruenty); (3) adanya kebutuhan proses (process need); (4) adanya perubahan pasar dan struktur (market change); (5) adanya perubahan demografi dan kependudukan (demografic change); (6) perubahan persepsi masyarakat (perception change of the community); dan (7) adanya pengetahuan baru (new knowledge).
Suatu inovasi dapat dikatakan bermanfaat jika dapat dibuktikan atau paling tidak dapat diprediksi apa keuntungan dan kerugian yang diperoleh. Jika inovasi mempunyai karakteristik yang cenderung memberikan pandangan dan meyakinkan akan keberhasilan, maka dengan mudah dapat diserap oleh setiap orang.
Inovasi manajemen pendidikan harus dilandasi oleh kiteria yang ditetapkan secara nasional terbuka. Artinya bahwa unsur-unsur standar manajemen yang ditetapkan harus mempunyai grade terukur dan teruji, serta terbuka sesuai paradigma kebinekaan pada tataran wilayah yang beragam menuju persaingan internasional .

Konsep Kepribadian dan Kepemimpinan Pendidikan
Dalam pengertian sederhana kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatanya yang membedakan dirinya dari yang lain. Kepribadian kepala dinas pendidikan merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan memimpin terlaksana program pengembangan, pembinaan dan pelaksanaan tugas dan fungsi dinas pendididikan. Kepribadian akan menentukan apakah ia menjadi pemimpin dan pembina yang baik bagi personal yang dibawahinya, ataukah bahkan akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan pendidikan.
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan pemimpin pendidikan dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Kepala dinas yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan pengenalan .
Hal lain yang menjadi faktor yang turut menentukan tugas seorang kepala dinas pendidikan adalah keterbukaan psikologis itu sendiri. Keterbukaan ini merupakan dasar kompetensi profesional kependidikan yang harus dimiliki oleh setiap kepala dinas. Ditinjau dari sudut fungsi dan signifikansinya, keterbukaan psikologis merupakan karakteristik kepribadian yang penting bagi kepala dinas pendidikan dalam hubungannya sebagai kepala/pemimpin selain sebagai panutan . Oleh karena itu, hanya kepala dinas pendidikan yang memiliki keterbukaan psikologis yang benar benar dapat diharapkan berhasil dalam mengelola proses terselenggaranya program dinas pendidikan pemkab/pemkot.
Inovasi manajemen pendidikan diawali dari kepemimpinan manajerial pendidikan, karena hakikat inovasi merupakan landasan penciptaan kualitas dan produktivitas institusi pendididkan.
Stanley J.Spansbauer (1992:7) mengemukakan :
This top-level commitmen is essential to show everyone that executives and board members solidly support the quality improvement process. Since senior administrators make dicisions strongly influencing, quality improvement techniques, their commitment must be assured first. They ultimately serve as role models and are responsible for creating and maintaining an environment that fosters the quality improvement process.
Uraian tersebut, nampak jelas bahwa kepemimpinan yang mempunyai komitmen terhadap kualitas instutisi pendidikan mampu memberdayakan berbagai sumber daya yang ada. Secara sepesifik kepemimpinan dinas pendidikan pemkab/pemkot harus mempunyai; (1) visi strategis; (2) kemampuan merefkesikan visi; (3) kemampuan mengartikulasikan visi ; (4) kemampuan merencanakan strategi pengembangan, dan (5) kemampuan memobilisasi masyarakat dalam pencapaian visi.
Aspek-aspek kepemimpinan yang dipandang dapat membangun inovasi manajemen intitusi pendidikan meliputi:
Pertama, komitmen organisasi. Essensi dari pengembangan kepemimpinan dapat dikatakan berhasil, jika ditunjukkan oleh adanya kualitas komitmen personil sebagai anggota organisasi. Orientasi komitmen personil tertuju pada proses kebijakan institusi pendidikan yang relatif stabil dan sinambung, mulai dari keterlibatan merumuskan, melaksanakan sampai pada evaluasi dengan penuh tanggung jawab.
Kedua, kualitas kepemimpinan. Pemimpin yang memahami bagaimana kualitas dirinya terhadap tanggung jawab peran dan fungsinya, selalu mencari masukan dari lingkungannya termasuk bawahan. Kualitas proses kepemimpinanya, selalu melibatkan partisipasi anggota dalam berbagai hal. Kegagalan dan keberhasilan selalu diinformasikan untuk mencari penyebab dan bagaimana mengatasinya. Konsultasi kualitas tidak hanya melalui pengadaan seorang ahli yang memberikan advis, melainkan juga diperoleh dari bawahannya.
Ketiga, kualitas kebijakan. Kualitas kebijakan dapat dilihat dari proses implementasi dan pengawasannya. Kondisi itu dapat tercapai jika kebijakan telah; (1) dirumuskan dan disepakati bersama; (2) direncanakan dalam implementasinya; (3) dievaluasi dan dibandingkan keberhasilannya dengan indikator pencapaiannya sesuai kriteri.

2. Mekanisme Penyusunan
Mekanisme penyusunan akan didasarkan pada hasil kajian teoritis dan kajian empiris. Dalam kajian teoritis didasarkan pada kajian yang telah diungkapkan.
Konsep teori analisis kebijakan akan dijadikan dasar bagaimana standar kompetensi dinas pendidikan pemkab/pemkot menjadi produk kebijakan. Konsep manajemen/administrsi pendidikan dan inovasi pendidikan akan dijadikan landasan substansi yang dapat memuat runusan standar kompetensi kepala dinas. Teori kepemimpinan akan dijadikan acuan dalam merumuskan kompetensi Kepala dinas yang secara formal dan aktual harus melaksanakan tugas dan fungsi fungsi kepemimpinan.
Kajian empiris akan secara khusus didasarkan pada dokumentasi rumusan TUPOKSI kepala dinas pendidikan pemkab/pemkot yang saat ini berlaku.

D. Rumusan Standar Kompetensi Kepala Dinas Pendidikan Pemkab/Pemkot
1. TUPOKSI kepala dinas pendididikan pemkab/pemkot
Pembentukan Dinas Pendidikan Pemerintah Kota/kabupaten, ditetapkan dengan Keputusan Walikota/bupati.
Kepala Dinas mempunyai tugas membantu Walikota/bupati dalam menyelenggarakan pengkoordinasian, kebijakan pelayanan di bidang pendidikan dasar, menengah, anak dini usia, non formal dan informal serta prasarana dan sarana pendidikan.
Untuk menyelenggarakan tugasnya Kepala Dinas mempunyai fungsi :
a. Pengkoordinasian perumusan dan penyusunan program kerja Dinas sesuai bidang tugasnya;
b. Perumusan visi dan misi Dinas untuk mendukung visi dan misi Daerah;
c. Penetapan rencana strategik dan program kerja Dinas yang sesuai dengan visi dan misi Daerah;
d. Pengkoordinasian pelaksanaan program kerja dan kegiatan Bidang dan Bagian;
e. Penetapan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan di bidang tugasnya;
f. Pembinaan pelaksanaan teknis kegiatan Dinas sesuai bidang tugasnya;
g. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian tugas bawahan;
h. Pembinaan pengelolaan administrasi umum, perencanaan dan keuangan;
i. Pembinaan dan pengembangan karir pegawai Dinas;
j. Pembinaan pelayanan kepada masyarakat sesuai bidang tugasnya maupun dalam rangka kepentingan Pemerintah Daerah;
k. Pendistribusian tugas-tugas kepada bawahan menurut prinsip-prinsip manajemen;
l. Pembinaan dan pengembangan UPTD dalam lingkungan Dinas;
m. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan tugas Dinas;
n. Pelaksanaan koordinasi hubungan kerjasama antar lembaga/instansi terkait, badan usaha dengan perangkat Daerah terkait dalam rangka penyelenggaraan kegiatan Dinas;
o. Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan oleh Walikota;
p. Pemberian laporan pertanggungjawaban tugas Dinas kepada Walikota melalui
Sekretaris Daerah, termasuk LAKIP.
Kepala Dinas Memimpin:
1) Bagian Tata Usaha yang mempunyai tugas pokok membantu Kepala Dinas menyelenggarakan pelaksanaan tugas pelayanan teknis administratif ketatausahaan yang meliputi urusan umum dan perencanaan. Bagian Tata Usaha, membawahkan : (a). Sub Bagian Umum; mempunyai tugas pokok membantu Kepala Bagian melaksanakan penyelenggaraan ketatausahaan, kerumahtanggaan dan administrasi kepegawaian. (b). Sub Bagian Perencanaan, mempunyai tugas membantu Kepala Bagian menyiapkan bahan penyusunan rencana kegiatan berkala Dinas, keuangan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan Dinas.
2) Pelaksana Dinas meliputi;
a) Bidang Pendidikan Dasar mempunyai tugas pokok membantu Kepala Dinas melaksanakan kewenangan Dinas dalam penyusunan kebijakan, pelaksanaan kebijakan teknis, pelaksanaan bimbingan teknis pengurusan dan pembinaan pendidikan dasar yang meliputi Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Bidang Pendidikan Dasar, membawahkan; (1) Seksi Pembinaan Kelembagaan dan Kurikulum yang mempunyai tugas membantu Kepala Bidang melaksanakan penjabaran kebijakan teknis di bidang pembinaan kelembagaan dan kurikulum Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB); (2) Seksi Pembinaan Tenaga Teknis dan Kesiswaan mempunyai tugas membantu Kepala Bidang melaksanakan penjabaran kebijakan teknis di bidang pembinaan tenaga teknis dan kesiswaan Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB).
b) Bidang Pendidikan Menengah mempunyai tugas pokok membantu Kepala Dinas melaksanakan kewenangan Dinas dalam penyusunan bahan kebijakan, pelaksanaan kebijakan teknis, pelaksanaan bimbingan teknis, pengurusan dan pembinaan pendidikan menengah yang meliputi Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Umum (SMU) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Bidang Pendidikan Menengah, membawahkan; (1) Seksi Pembinaan Kelembagaan dan Kurikulum mempunyai tugas membantu Kepala Bidang melaksanakan penjabaran kebijakan teknis di bidang pembinaan kelembagaan dan kurikulum Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Umum (SMU) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). (2) Seksi Pembinaan Tenaga Teknis dan Kesiswaan mempunyai tugas membantu Kepala Bidang melaksanakan penjabaran kebijakan teknis di bidang pembinaan tenaga teknis dan kesiswaan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Umum (SMU) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
c) Bidang Pendidikan Non Formal dan Anak Usia Dini mempunyai tugas pokok membantu Kepala Dinas melaksanakan kewenangan Dinas dalam penyusunan bahan kebijakan teknis, pelaksanaan kebijakan teknis, pengurusan dan pembinaan satuan pendidikan non formal, pendidikan informal (pendidikan masyarakat) dan pendidikan anak usia dini. Bidang Pendidikan Non Formal dan Anak Usia Dini, membawahkan; (1) Seksi Pendidikan Masyarakat; mempunyai tugas membantu Kepala Bidang melaksanakan penjabaran kebijakan teknis di bidang pembinaan pendidikan masyarakat yang meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan (kursus-kursus) dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan sejenis lainnya; (2) Seksi Pendidikan Anak Usia Dini mempunyai tugas membantu Kepala Bidang melaksanakan penjabaran kebijakan teknis di bidang pendidikan anak usia dini yang meliputi Kelompok Bermain (play group), Taman Penitipan Anak serta satuan pendidikan anak usia dini sejenis lainnya.
d) Bidang Prasarana dan Sarana Pendidikan mempunyai tugas pokok membantu Kepala Dinas melaksanakan kewenangan Dinas dalam penyusunan bahan kebijakan, pelaksanaan kebijakan teknis, pelaksanaan bimbingan teknis, pengurusan, pembinaan prasarana dan sarana pendidikan yang meliputi pemeliharaan dan perbaikan/rehabilitasi prasarana pendidikan serta pengadaan pemeliharaan dan perbaikan sarana pendidikan. Bidang Prasarana dan Sarana Pendidikan, membawahkan, (1) Seksi Prasarana Pendidikan; mempunyai tugas membantu Kepala Bidang melaksanakan penjabaran kebijakan teknis di bidang prasarana pendidikan yang meliputi pemeliharaan dan perbaikan/rehabilitasi prasaran pendidikan; (2) Seksi Prasarana Pendidikan mempunyai tugas membantu Kepala Bidang melaksanakan penjabaran kebijakan teknis di bidang prasarana pendidikan yang meliputi pemeliharaan dan perbaikan/rehabilitasi prasaran pendidikan;

2. Kompetensi Kepala Dinas Pendidikan Pemkab/Pemkot
a. Kualifikasi
Kualifikasi Kepala Dinas Pendidikan Pemkab/Pemkot terdiri atas Kualifikasi Umum, dan Kualifikasi Khusus.
1). Kualifikasi Umum Kepala Dinas Pendidikan Pemkab/Pemkot adalah sebagai berikut:
a). Memiliki kualifikasi akademik doktor bidang manajemen (S3) kependidikan atau nonkependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi;
b). Pada waktu diangkat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Pemkab/Pemkot berusia setinggi-tingginya 52 tahun;

c). Memiliki pengalaman memimpin lembaga pendidikan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun

d). Memiliki pangkat serendah-rendahnya IV/a pegawai negeri sipil (PNS)

2). Kualifikasi Khusus Kepala Dinas Pendidikan Pemkab/Pemkot adalah sebagai berikut:
a) Berstatus sebagai pegawai negeri;
b) Memiliki sertifikat pimpinan dan atau kepala lembaga pendidikan
c) Memiliki sertifikat Kepala Dinas Pendidikan Pemkab/Pemkot yang diterbitkan
oleh lembaga ditetapkan Pemerintah.

b. Kompetensi
NO. DIMENSI
KOMPETENSI KOMPETENSI
1 Kepribadian 1.1. Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di dinas pendidikan dan masyarakat layanan.
1.2 Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.
1.3 Memiliki keterbukaan berpikir dan beradaptasi yang diikuti tindakan simultan dalam berbagai situasi
1.4 Memiliki keterbukaan dan menjadi panutan dalam berinteraksi sebagai pimpinan dan atau pribadi dengan komunitas di dinas pendidikan
1.5.Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala dinas pendidikan.
1.6. Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
1.7. Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala dinas pendidikan.
1.8. Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.
2 Manajerial 2.1 Menyusun perencanaan stratejik dan program kerja dinas pendidikan pemkab/pemkot untuk berbagai tingkatan perencanaan.
2.2 Mengembangkan organisasi dinas pendidikan pemkab/pemkot sesuai dengan kebutuhan.
2.3 Memimpin dinas pendidikan pemkab/pemkot dalam rangka pendayagunaan sumber daya secara optimal.
2.4 Mengelola perubahan dan pengembangan dinas pendidikan pemkab/pemkot menuju organisasi good governance yang efektif

2.5. Menciptakan budaya dan iklim dinas pendidikan pemkab/pemkot yang kondusif, kreatif dan inovatif
2.6 Mengelola personal melalu pengarahan, bimbingan dan pembinaan di dinas pendidikan pemkab/pemkot dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.
2.7 Mengelola sarana dan prasarana dinas pendidikan pemkab/pemkot dalam rangka pendayagunaan secara optimal.
2.8 Mengelola hubungan dinas pendidikan pemkab/pemkot dan masyarakat pemangku kepentingan (stake holders) dalam rangka menunjang tugas pokok dan fungsi dinas pendidikan pemkab/pemkot
2.9 Mengelola hubungan koordinasi dan sinkronisasi
penyusunan kebijakan di bidang pendidikan formal, bidang pendidikan non formal dan anak usia dini, bidang prasarana dan sarana pendidikan dengan berbagai lembaga eksekutif dan eksekutif
2.10 Mengelola keuangan dinas pendidikan pemkab/pemkot sesuai Dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien.
2.11. Mengelola ketatausahaan dinas pendidikan pemkab/pemkot dalam mendukung pencapaian tujuan dinas pendidikan pemkab/pemkot .
2.12 Mengelola sistem informasi dinas pendidikan pemkab/pemkot dalam mendukung penyusunan kebijakan, program, pengambilan keputusan dan sosialisasi.
2.13 Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan
pelaksanaan program kegiatan dinas pendidikan pemkab/pemkot dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya
2.14.Menciptakan dan membangun inovasi manajemen dinas pendidikan pemkab/pemkot melalui penerapan komitmen dan kepemimpinan berbasis kinerja yang berkualitas
2.15 Memiliki motivasi yang kuat dan bekerja keras untuk keberhasilan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai kepala dinas pendidikan pemkab/pemkot
3 Supervisi
3.1 Merencanakan program supervisi kinerja personil dinas pendidikan pemkab/pemkot, lembaga pendidikan formal dan non formal yang berada dalam ruang lingkup pembinaannya sebagai upaya peningkatan profesionalisme personil.

3.2 Melaksanakan supervisi kinerja terhadap personil dinas pendidikan pemkab/pemkot lembaga pendidikan formal dan non formal yang berada dalam ruang lingkup pembinaannya dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.

3.3 Menindak lanjuti hasil supervisi kinerja terhadap personil dinas pendidikan, lembaga pendidikan formal dan non formal yang berada dalam ruang lingkup pembinaannya sebagai upaya peningkatan profesionalisme .


4 Sosial 4.1 Bekerja sama dengan berbagai pihak lain di lingkungan sosial dinas pendidikan pemkab/pemkot untuk kepentingan dinas dan lingkungan sisialnya
4.2 Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
4.3 Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.

E. Faktor faktor Kunci Untuk Terlaksananya Kompetensi Inti (Indikator Keberhasilan)
Secara umum, berikut ini adalah Indikator keberhasilan implementasi kompetensi kepala dinas pendidikan pemkab/pemkot:
1. Adanya proses internalisasi dan transformasi kearah efektivitas.
2. Kepemimpinan kepala dinas pendidikan pemkab.pemkok yang kuat
3. Pengelolaan personil dinas pendidikan pemkab/pemkot yang efektif
4. Adanya rasa memiliki dan tertanam budaya mutu dinas pendidikan pemkab/pemkot
5. Adanya etos kerja yang berorientasi pada kualitas kinerja
6. Dinas pendidikan pemkab/pemkot memiliki “Teamwork” Yang kompak, cerdas, dan dinamis
7. Dinas pendidikan pemkab/pemkot memiliki kemandirian
8. Adanaya Partisipasi aktif dari personil dinas pendidikan pemkab/pemkot dan Masyarakat.
9. Dinas pendidikan pemkab/pemkot memiliki keterbukaan (transparansi)
10. Dinas pendidikan memiliki kemauan untuk berubah (Psikologis dan Fisik)
11. Dinas pendidikan pemkab/pemkot melakukan evaluasi dan perbaikan kinerja secara Berkelanjutan.
12. Dinas pendidikan pemkab/pemkot responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan
13. Dinas pendidikan memiliki akuntabilitas

F. Kesimpulan

Berdasarkan pada kajian yang berkaitan dengan standar kompetensi kepala dinas pendidikan pemkab/pemkot tersebut diatas, dapat diambi kesimpulan; dalam rangka menuju profesionalisasi pengelolaan pendidikan maka Rumusan Standar Kompetensi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota harus didasarkan pada kajian teoris akademis dan empiris implementatif.













Daftar Pustaka.
Agustinus SW. ( 1996 ) “ Manajemen Strategik ; Pengantar Proses Berpikir Strategik “. Jakarta : Bina Aksara .

Bambang Tri Cahyono (1996) , “Manajemen Sumber Daya Manusia “ IPWI

Baden-Fuller, C. & H.W.Volberda (1997). “Strategic Renewal in Large Complex
Organizations: A Competence-based View.” Dalam Heene, Aime & Ron

Bounds, G. (1994). Beyond Total Quality Management Toward the Emerging
Paradigma. New York: Mc-Graw Hill Book Inc.

Fasli Jalal, Dedi Supriadi (2001) “ Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah “. Yogyakarta; Adicita Karya Nusa.

Gaspersz, V (1997). Manajemen Kualitas. Jakarta: PT. Gramedia.
Gaspersz, V. 1997. Manajemen Produktivitas Total. Jakarta: Elek Media Komputindo

Hunt, Daniel V (1993). Managing for Quality. Homewood Illionis: Business One
Irwin.

Daft L . Richard ( 1986 ) . Organization Theory and Design . United States of Amerika : West Publlhising Company.

Davis, O. A. and Larkey, P. D: (1980) Measuring the Efficiency and Effectiveness of
Government Activities, from Improving the Financial Discipline of State and Cities, David Solomons (Editor), 1980.

Ross, J.E. (1994). Total Quality Management. London: Kogan Page Limited.

Sanchez, (editors), Competence-based Strategic Management. New York: John
Wiley & Sons

____, Total Quality Management: A Framework for Pollution Prevention. Article,
Quality Environment Subcommittee. President's Commission on Environmental
Quality. Washington, D.C., January 1993.

____, Baldrige Criteria for Performance Excellence, Baldrige National Quality
Program, National Institute of Standards and Technology, USA, 2001

Jumat, 03 Agustus 2007

MEMULAI BIMBINGAN


Memulai Bimbingan
Bapak / ibu grup dedi supriawan mohon segera membuat proposal dan memulai bimbingan dengan saya di furum ini atau forum diskusi dan furm lainnya di Kti on line ini.
Untuk memulai menulis, silahkan anda baca petunjuk berikut:
Salah satu prinsip terpenting dari kti, khususnya penelitian tindakan kelas (PTK) untuk melakukan tindakan perbaikan pembelajaran riil di lapangan (kelas) secara berkelanjutan sehingga pembelajaran menjadi bermutu dan hasilnya memuaskan semua pihak, khususnya siswa, guru, ortu dan masyarakat . Jadi menurut saya ibu/bapak harus memulai menulis latar belakang masalah dari kompetensi atau kompetensi dasar atau pokok bahasan/sub pokok bahasan / materi apa saja yang betul-betul riil sulit untuk dikuasai siswa pada saat ibu/bapak bertugas mengajar saat ini yang kebetulan ibu/bapak sekaligus sebagai peneliti PTK. Selanjutnya silahkan ibu/bapak mulai studi dokumentasi,berkonsultasi dan mulai mendisain ptk sesuai dengan bidang studi yang ditugasi serta selalu berkosultasi dengan saya
JANGAN LUPA SETIAP MALAM SELASA MULAI JAM 20.OO S.D 21.00 KITA DISKUSI, PERSIAPKAN MATERI YANG INGIN DIDISKUSIKAN.
Selamat berinovasi dan memulai menyusun proposal dan mendisain ptk. Semoga sukses
Tags: Memulai Bimbingan